Rabu, 11 November 2015

Review Jurnal Etika Profesi Akuntansi

NAMA            :   Siti Rokayah
NPM               :   27212086                             
KELAS           :   4EB22
DOSEN          :   Early Armein Thahar, SE, MM
 
1. JUDUL                : ETIKA & PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK
2. PENGARANG    : Mudrika Alamsyah Hasan
3. PENERBIT         : Pekbis Jurnal, Vol.1, No.3, November 2009: 159-167
4. ISI                        :
·         Latar Belakang   :
Dalam menjalani tugas sebagai profesi  akuntan diatur oleh suatu kode etik akuntan. Kode etik akuntan yaitu norma perilaku yang mengatur hubungan antara  akuntan dengan para klien, antara akuntan dengan rekannya, dan antara profesi dengan masyarakat. Penetapan kode etik oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) merupakan salah satu upaya untuk menegakan etika bagi akuntan publik di Indonesia. Dengan adanya penetapan kode etik oleh IAI, maka para akuntan di  Indonesia dapat menentukan perilaku yang dapat seorang akuntan lakukan dan menentukan perilaku yang tidak wajar dilakukan oleh seorang akuntan.
Berkembangnya profesi akuntan publik, telah banyak diakui oleh berbagai kalangan masyarakat. Banyak pelaku dunia usaha  mempercayakan kebutuhan tentang bisnisnya dengan jasa akuntan publik. Meskipun IAI sudah menetapkan kode etik bagi akuntan termasuk akuntan publik, tetapi masih tetap ada pelanggaran-pelanggaran etika. Dari pelanggaran ini menimbulkan ketidak percayaan masyarakat kepada akuntan publik tersebut. Oleh karena itu, akuntan publik harus mempertahankan penegakan kode etik yang sudah ditetapkan oleh IAI. Dengan diikutinya penegakan etika tersebut, diharapkan munculnya kepercayaan lagi dari masyarakat terutama pelaku usaha bisnis terhadap profesi akuntan publik.

·         Rumusan Masalah :
1.      Sejauhmana perlunya penegakan etika bagi akuntan publik?
2.      Faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap penegakan etika akuntan publik?
3.      Bagaimana tanggung jawab IAI dalam upaya penegakan etika profesi akuntan, khususnya akuntan publik?
·         Tujuan :
1.      Mengetahui sejauhmana perlunya penegakan etika bagi akuntan publik.
2.      Mengetahui faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap penegakan etika akuntan publik.
3.      Mengetahui bagaimana tanggung jawab IAI dalam upaya penegakan etika profesi akuntan, khususnya akuntan publik.
·         Data :
Data sekunder yang diambil adalah dari sumber Warta Ekonomi (edisi 13 Agustus 2001) tentang Audit Bank.

5. HASIL                  :
Etika profesi adalah hal yang penting bagi kehidupan profesional seorang akuntan untuk dijadikan sebagai landasan dalam bekerja. Etika yang harus dijalankan adalah prinsip independen, objektif dan due profesional care. Penegakan etika profesional dengan menjalankannya dengan baik merupakan kunci untuk memberikan kepercayaan kepada masyarakat terhadap jasa yang diberikan oleh akuntan publik, apabila etika profesi yang menjadi landasan bagi akuntan publik tidak dijalankan semestinya maka akan berdampak kepada munculnya masalah berupa ketidakpercayaan masayarakat terhadap jasa profesional yang diberikan. 
Faktor yang berpengaruh terhadap penegakan etika bagi akuntan publik adalah dari IAI sendiri dan akuntan publik yang harus lebih meningkatkan lagi mutu pekerjaan akuntan publik untuk di masa yang akan datang. Dan kendala  yang dihadapi dalam pelaksanaan penegakan etika karena adanya kesalahan sistem pendidikan, lemahnya penegakan hukum dan  ketidakpastian dalam praktek penyelesaian pelanggaran, yang seharusnya tidak terjadi.
IAI selaku organisasi yang menetapkan kode etik profesi akuntan selalu berusaha menciptakan terobosan-terobosan baru dalam upaya penegakan etika sesuai dengan keinginan dari masyarakat sendiri.

6. TEORI                 :
Etika, Profesi dan Peran Kode Etik
Di Indonesia etika diterjemahkan menjadi kesusilaan karena sila berarti dasar, kaidah atau aturan, sedangkan su berarti baik, benar dan bagus. Selanjutnya, selain kaidah etika masyarakat juga terdapat apa yang disebut dengan kaidah professional yang khusus berlaku dalam kelompok profesi yang bersangkutan. Oleh karena  merupakan konsensus, maka etika tersebut dinyatakan secara tertulis atau formal dan selanjutnya disebut “kode etik”. Sifat sanksinya juga moral psikologik, yaitu dikucilkan atau disingkirkan dari pergaulan kelompok profesi yang bersangkutan (Arens :2008).
Chua et al, (dalam jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 2000), dalam konteks etika profesi, mengungkapkan bahwa etika profesional juga berkaitan dengan perilaku moral. Dalam hal ini perilaku moral lebih terbatas pada pengertian yang  diliputi kekhasan pola etis yang diharapkan untuk profesi tertentu. Dengan demikian, yang dimaksud etika dalam konteks makalah ini adalah tanggapan atau penerimaan seseorang terhadap suatu peristiwa moral tertentu melalui proses penentuan yang kompleks dengan penyeimbangan pertimbangan sisi dalam (inner) dan sisi luar (outer) yang disifati oleh kombinasi unik dari pengalaman dan pembelajaran dari masing-masing individu, sehingga dia dapat memutuskan tentang apa yang harus dilakukannya dalam situasi tertentu.
Keberadaan kode etik yang menyatakan secara eksplisit beberapa kriteria tingkah laku yang khusus terdapat pada profesi, maka dengan cara ini kode etik profesi memberikan beberapa solusi langsung yang mungkin tidak tersedia dalam teori-teori yang umum. Di samping itu dengan adanya kode etik, maka para anggota profesi akan lebih memahami apa yang diharapkan profesi terhadap anggotanya. Kewajiban untuk mematuhi kode etik ini berlaku untuk semua akuntan, termasuk akuntan publik.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap dan Perilaku Etis Akuntan Publik
Griffin dan Ebert (1998) mendefinisikan perilaku etis sebagai perilaku yang sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum sehubungan dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat dan yang membahayakan. Mc-Conell (dalam Nurhayati 1998), menyatakan bahwa perilaku kepribadian merupakan karakteristik individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, karakteristik yang dimaksud meliputi : sifat, kemampuan, nilai, keterampilan, sikap serta intelegensi yang muncul dalam pola perilaku seseorang. Jadi perilaku merupakan perwujudan atau manifestasi karakteristik seseorang dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Dalam hubungannya dengan akuntan publik, berdasarkan Jurnal Riset Akuntansi Indonesia (edisi 2001) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang memungkinkan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku etis akuntan, termasuk akuntan publik. Faktor-faktor tersebut antara lain :
1.      Faktor Posisi / Kedudukan.
Ponemon (1990) menunjukkan bahwa semakin tinggi posisi / kedudukan di KAP ( dalam hal ini Partner dan Manajer) cenderung memiliki pemikiran etis yang rendah, sehingga berakibat pada rendahnya sikap dan perilaku etis  mereka.
2.      Faktor imbalan yang diterima ( berupa gaji / upah dan penghargaan/insentif).
Pada dasarnya seseorang yang bekerja, mengharapkan imbalan yang sesuai dengan pekerjaannya. Karena dengan upah yang sesuai dengan pekerjaannya, maka akan timbul pula rasa gairah kerja yang semakin baik dan ada kecenderungan untuk bekerja secara jujur disebabkan ada rasa timbal balik yang selaras dan tercukupi kebutuhannnya. Selain gaji/upah, seseorang yang bekerja membutuhkan  penghargaan atas hasil karya yang telah dilakukan, baik penghargaan yang bersifat materil maupun non materil. Jika ia mendapatkan penghargaan sesuai dengan karyanya maka si pekerja akan berbuat sesuai aturan kerja dalam rangka menjaga citra profesinya baik di dalam maupun diluar pekerjaannya .
3.      Faktor Pendidikan (formal, nonformal dan informal)
Sudibyo (1995 dalam Khomsiyah dan Indriantoro 1997) menyatakan bahwa pendidikan akuntansi (pendidikan formal) mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku etis akuntan publik.
4.      Faktor organisasional (perilaku atasan, lingkungan kerja, budaya organisasi, hubungan dengan rekan kerja).
Komitmen atasan merupakan wibawa dari profesi, bila atasan tidak memberi contoh yang baik pada bawahan maka akan menimbulkan sikap dan perilaku tidak baik dalam diri bawahan sebab ia merasa bahwa atasannya bukanlah pemimpin yang baik (Anaraga 1998). Lingkungan kerja turut menjadi faktor yang mempengaruhi etika individu. Lingkungan kerja yang baik akan membawa pengaruh yang baik pula pada segala pihak, termasuk para pekerja, hasil pekerjaan dan perilaku di dalamnya.
5.      Faktor Lingkungan Keluarga
Pada umumnya individu cenderung untuk memilih sikap yang konformis/searah dengan sikap dan  perilaku orang-orang yang dianggapnya penting (dalam hal ini anggota keluarga). Kecenderungan ini antara lain di motivasi  oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik. Jadi jika lingkungan keluarga bersikap dan berperilaku etis, maka yang muncul adalah sikap dan perilaku etis pula (Azwar 1998 : 32).
6.      Faktor Pengalaman Hidup
Beberapa pengalaman hidup yang relevan dapat mempengaruhi sikap etismapabila pengalaman hidup tersebut meninggalkan kesan yang kuat. Apabila seseorang dapat mengambil pelajaran dari pengalaman masa lalunya maka akan menumbuhkan sikap dan perilaku yang semakin etis .
7.      Faktor Religiusitas
Agama sebagai suatu sistem, mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap karena ia meletakkan dasar konsep moral dalam individu. Setiap agama mengajarkan konsep sikap dan perilaku etis, yang menjadi stimulus dan dapat memperteguh sikap dan perilaku etis.
8.      Faktor Hukum (sistem hukum dan sanksi yang diberikan).
Kasir (1998), berpendapat bahwa hukum yang berlaku pada suatu profesi hendaklah mengandung muatan etika agar anggota profesi merasa terayomi. Demikian halnya dengan sanksi yang dikenakan harus tegas dan jelas sehingga anggota cenderung tidak mengulang kesalahan yang sama dalam kesempatan yang berbeda.
9.      Faktor Emotional Quotient (EQ).
EQ adalah bagaimana seseorang itu pandai mengendalikan perasaan dan emosi pada setiap kondisi yang melingkupinya. EQ lebih penting dari pada IQ. Bagaimanapun juga seseorang yang cerdas bukanlah hanya cerdas dalam hal intelektualnya saja, tetapi intelektualitas tanpa adanya EQ dapat melahirkan perilaku yang tidak etis (Goleman, 1997). Berdasarkan faktor-faktor di atas dapat disimpulkan bahwa sikap akan menentukan warna atau corak tingkah laku seorang untuk berperilaku etis dan tidak etis.

Upaya Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Terhadap Penegakan Etika Akuntan Publik.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai satu-satunya organisasi profesi akuntan di Indonesia telah berupaya untuk melakukan penegakan etika profesi bagi akuntan publik. Untuk mewujudkan perilaku profesionalnya, maka IAI menetapkan kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik tersebut dibuat untuk menentukan standar perilaku bagi para akuntan, terutama akuntan publik (Arens :2008).
Al-Haryono Yusuf (2001) menyatakan bahwa kode etik Ikatan Akuntan Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam kongres VIII Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) di Jakarta pada tahun 1998, terdiri dari.
1.      Prinsip Etika
Terdiri dari 8 prinsip etika profesi, yang merupakan landasan perilaku etika profesional, memberikan kerangka dasar bagi aturan etika, dan mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota, yang meliputi: tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar teknis.
2.      Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik
Terdiri dari independen, integritas dan objektivitas, standar umum dan prinsip akuntansi, tanggung jawab kepada klien, tanggung jawab kepada rekan seprofesi, serta tanggung jawab dan praktik lain.
3.      Interpretasi Aturan Etika.
Interpretasi aturan etika merupakan panduan dalam menerapkan etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannnya.
Di Indonesia, penegakan kode etik dilaksanakan oleh sekurang-kurangnya enam unit organisasi, yaitu: Kantor Akuntan Publik, Unit Peer Reiew Kompartemen Akuntan Publik-IAI, Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik-IAI, Dewan Pertimbangan Profesi-IAI, Departemen Keuangan RI, dan BPKP. Selain keenam unit organisasi tadi, pengawasan terhadap kode etik diharapkan dapat dilakukan sendiri oleh para anggota dan pimpinan KAP. Meskipun telah dibentuk unit organisasi penegakan etika sebagaimana disebutkan di atas, namun demikian pelanggaran terhadap kode etik ini masih ada. Berdasarkan laporan Dewan Kehormatan dan Pengurus Pusat IAI dalam kongres IAI, pelanggaran terhadap kode etik dan sengketa secara umum meliputi sebagai berikut :
            a. Kongres V (1982-1986), meliputi: publikasi, pelanggaran obyektivitas dan komunikasi.
            b. Kongres VI (1986-1994), meliputi: publikasi, pelanggaran obyektivitas dan komunikasi.
            c. Kongres VII (1994-1994 ), meliputi: standar teknis, komunikasi dan publikasi.
            d. Kongres VIII (1990-1994), meliputi: obyektivitas, komunikasi, standar teknis  dan kerahasiaan.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa meskipun IAI telah berupaya melakukan penegakan etika profesi bagi akuntan, khususnya akuntan publik, namun demikian sikap dan perilaku tidak etis dari para akuntan publik masih tetap ada. Hal ini terlihat dari laporan Dewan Kehormatan IAI untuk tiap-tiap periode selalu menunjukkan adanya kasus pelanggaran etika.


Sumber :
ejournal.unri.ac.id/index.php/JPEB/article/view/379/373


Selasa, 06 Oktober 2015

ETIKA PROFESI AKUNTANSI


1.         ETIKA SEBAGAI TINJAUAN

1.1       PENGERTIAN ETIKA
Menurut James J.Spillane SJ berpendapat bahwa etika atau ethics memperhatikan dan mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam pengambilan keputusan moral. Menurut O.P. Simorangkir, etika atau etik adalan pandangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), pengertian etika adalah sebagai berikut :
1.      Etika merupakan ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk serta tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
2.      Moral memiliki arti
      • Ajaran tentang apa yang baik dan yang buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, asusila.
      • Kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, isi hati atau keadaan perasaan.
Jika dilihat dari asal kata, etika diambil dari bahasa Yunani yaitu “ethos” yang bermakna adat istiadat atau kebiasaan yang baik. Etika disebut juga sebagai filsafat moral, yaitu cabang dari filsafat yang berbicara mengenai tindakan manusia. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, akan tetapi etika lebih mengarah kepada bagaimana manusia harus bertindak.
Berbicara mengenai etika tidaklah dapat kita pisahkan dengan norma, seperti pendapat menurut Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”.
Perilaku manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma. Norma ini masih dibagi kagi menjadi norma hukum, norma agama, norma moral, dan norma sopan santun.
      • Norma hukum berasal dari hukum dan perundang-undangan 
      • Norma agama berasal dari agama 
      • Norma moral berasal dari suara batin
      • Norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari sedangkan norma moral berasal dari etika.

1.2       PRINSIP-PRINSIP ETIKA
Dalam peradaban sejarah manusia sejak abad keempat sebelum Masehi para pemikir telah mencoba menjabarkan berbagai corak landasan etika sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Para pemikir itu telah mengidentifikasi sedikitnya terdapat ratusan macam ide agung (great ideas). Seluruh gagasan atau ide agung tersebut dapat diringkas menjadi enam prinsip yang merupakan landasan penting etika, yaitu keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran.
    • Prinsip Keindahan, Prinsip ini mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap keindahan. Berdasarkan prinsip ini, manusia memperhatikan nilai-nilai keindahan dan ingin menampakkan sesuatu yang indah dalam perilakunya. Misalnya dalam berpakaian, penataan ruang, dan sebagainya sehingga membuatnya lebih bersemangat untuk bekerja.
    • Prinsip Persamaan, Setiap manusia pada hakikatnya memiliki hak dan tanggung jawab yang sama, sehingga muncul tuntutan terhadap persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, persamaan ras, serta persamaan dalam berbagai bidang lainnya. Prinsip ini melandasi perilaku yang tidak diskrminatif atas dasar apapun.
    • Prinsip Kebaikan, Prinsip ini mendasari perilaku individu untuk selalu berupaya berbuat kebaikan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip ini biasanya berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan seperti hormat- menghormati, kasih sayang, membantu orang lain, dan sebagainya. Manusia pada hakikatnya selalu ingin berbuat baik, karena dengan berbuat baik dia akan dapat diterima oleh lingkungannya. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sesungguhnya bertujuan untuk menciptakan kebaikan bagi masyarakat.
    • Prinsip Keadilan, Pengertian keadilan adalah kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya mereka peroleh. Oleh karena itu, prinsip ini mendasari seseorang untuk bertindak adil dan proporsional serta tidak mengambil sesuatu yang menjadi hak orang lain.
    • Prinsip Kebebasan, Kebebasan dapat diartikan sebagai keleluasaan individu untuk bertindak atau tidak bertindak sesuai dengan pilihannya sendiri. Dalam prinsip kehidupan dan hak asasi manusia, setiap manusia mempunyai hak untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri sepanjang tidak merugikan atau mengganggu hak-hak orang lain. Oleh karena itu, setiap kebebasan harus diikuti dengan tanggung jawab sehingga manusia tidak melakukan tindakan yang semena-mena kepada orang lain.
    • Prinsip integritas moral yang tinggi, yaitu komitmen pribadi menjaga keluhuran profesi.

1.3       BASIS TEORI ETIKA
1.      Teori Deontologi
Deontologi berasal dari bahasa Yunani, deon yang berarti kewajiban. Yaitu kewajiban manusia untuk selalu bertindak baik. Suatu tindakan dikatakan baik dan bermoral karena tindakan tersebut dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang harus dilaksanakan bukan pada tujuan atau akibat dari tindakan tersebut.
2.      Teori Teleologi
Dalam teori ini, tindakan baik maupun buruk manusia diukur berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau suatu tindakan dinilai baik atau bermoral kalau yang di akibatkan itu baik atau berguna. Permasalahan yang meliputi teori ini seputar bagaimana menilai akibat atau tujuan baik dari suatu tindakan dan untuk siapa tindakan tersebut. Oleh sebab itu, teori teleologi ini memunculkan teori-teori baru seperti egoisme dan utilitarisme.
3.      Teori Hak
Teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku. Teori Hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama dan tidak dapat dopisahkan.
4.      Teori Keutamaan (Virtue)
Memandang sikap atau akhlak seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil atau jujur, atau murah hati dan sebagainya. Keutamaan bisa didefinisikan sebagai berikut : disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah lau baik secara  moral.

1.4       EGOISM
Kata egoisme merupakan istilah yang berasal dari bahasa Latin yakni ego, yang berasal dari kata Yunani kuno yang masih digunakan dalam bahasa Yunani modern yang berarti diri atau saya, dan kata isme, digunakan untuk menunjukkan sistem kepercayaannya.
Egoisme adalah cara untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang menguntungkan bagi dirinya sendiri, dan umumnya memiliki pendapat untuk meningkatkan citra pribadi seseorang dan pentingnya intelektual, fisik, sosial dan lainnya. Egoisme ini tidak memandang kepedulian terhadap orang lain maupun orang banyak pada umumnya dan hanya memikirkan diri sendiri
Inti pandangan dari Egoisme yaitu tindakan dari setiap orang pada dasarnya adalah untuk mengejar kepentingan pirbadi dan memajukan dirinya sendiri. Aristoteles berpenapat bahwa tujuan hidup dan tindakan setiap manusia adalah untuk mengejar kebahagiannya. Egoisme dianggap bermoral dan etis karena kebahagiaan dan kepentingan pribadi dalam bentuk hidup, hak, dan keamanan secara moral dianggap baik dan pantas untuk diupayakan dan dipertahankan.

2.         PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Contoh penerapan etika dalam dunia bisnis:
1.    Pada saat menjelang hari raya, para anggota DPR dilarang menerima bingkisan dalam bentuk apapun (pengendalian diri).
2.    Pada saat ramadhan, pelaku bisnis mengadakan santunan kepada anak yatim (pengenbangan tanggung   jawab sosial).
3.  Menciptakan sebuah perencanaan yang akan digunakan dalam memajukan dunia bisnis kedepannya (menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan).
4.   Menaati segala peraturan yang telah ditetapkan perusahaan dan menjalankannya dengan sebaik mungkin (konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama).

2.1       LINGKUNGAN BISNIS YANG MEMPENGARUHI PERILAKU ETIKA
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain yaitu pengendalian diri, pengembangan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan, menghindari sikap 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi) mampu mengatakan yang benar itu benar, dll.
Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis, serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu dapat dikurangi, serta kita optimis salah satu kendala dalam menghadapi era globalisasi dapat diatasi.
Moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan atau rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi.
Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya. Mengapa ?
Dunia bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.

2.2       KESALING TERGANTUNGAN ANTARA BISNIS DAN MASYARAKAT
Mungkin ada sebagian masyarakat yang belum mengenali apa itu etika dalam berbisnis. Bisa jadi masyarakat beranggapan bahwa berbisnis tidak perlu menggunakan etika, karena urusan etika hanya berlaku di masyarakat yang memiliki kultur budaya yang kuat. Ataupun etika hanya menjadi wilayah pribadi seseorang. Tetapi pada kenyataannya etika tetap saja masih berlaku dan banyak diterapkan di masyarakat itu sendiri. Bagaimana dengan di lingkungan perusahaan? Perusahaan juga sebuah organisasi yang memiliki struktur yang cukup jelas dalam pengelolaannya. Ada banyak interaksi antar pribadi maupun institusi yang terlibat di dalamnya. Dengan begitu kecenderungan untuk terjadinya konflik dan terbukanya penyelewengan sangat mungkin terjadi. Baik dalam tataran manajemen ataupun personal dalam setiap team maupun hubungan perusahaan dengan lingkungan sekitar. Untuk itu etika ternyata diperlukan sebagai kontrol akan kebijakan, demi kepentingan perusahaan itu sendiri Oleh karena itu kewajiban perusahaan adalah mengejar berbagai sasaran jangka panjang yang baik bagi masyarakat
Dua pandangan tanggung jawab sosial :
1.    Pandangan klasik : tanggung jawab sosial adalah bahwa tanggung jawab sosial manajemen hanyalah memaksimalkan laba (profit oriented). Pada pandangan ini manajer mempunyai kewajiban menjalankan bisnis sesuai dengan kepentingan terbesar pemilik saham karena kepentingan pemilik saham adalah tujuan utama perusahaan.
2.  Pandangan sosial ekonomi : bahwa tanggung jawab sosial manajemen bukan sekedar menghasilkan laba, tetapi juga mencakup melindungi dan meningkatkan kesejahteraan sosial. Pada pandangan ini berpendapat bahwa perusahaan bukan intitas independent yang bertanggung jawab hanya terhadap pemegang saham, tetapi juga terhadap masyarakat.

2.3       KEPEDULIAN PELAKU BISNIS TERHADAP ETIKA
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah:
1.      Pengendalian diri.
2.      Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility).
3.  Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi.
4.      Menciptakan persaingan yang sehat.
5.      Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”.
6.  Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi).
7.     Mampu menyatakan yang benar itu benar.
8.  Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah.
9.      Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.
10.  Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati.

2.4       PERKEMBANGAN DALAM ETIKA BISNIS
Di akui bahwa sepanjang sejarah kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah luput dari sorotan etika. Perhatian etika untuk bisnis dapat dikatakan seumur dengan bisnis itu sendiri. Perbuatan menipu dalam bisnis , mengurangi timbangan atau takaran, berbohong merupakan contoh-contoh kongkrit adanya hubungan antara etika dan bisnis. Namun denikian bila menyimak etika bisnis sperti dikaji dan dipraktekan sekarang, tidak bisa disangkal bahwa terdapat fenomena baru dimana etika bisnis mendapat perhatian yang besar dan intensif sampai menjadi status sebagai bidang kajian ilmiah yang berdiri sendiri.
Masa etika bisnis menjadi fenomena global pada tahun 1990-an, etika bisnis telah menjadi fenomena global dan telah bersifat nasional, internasional dan global seperti bisnis itu sendiri. Etika bisnis telah hadir di Amerika Latin , ASIA, Eropa Timur dan kawasan dunia lainnya. Di Jepang yang aktif melakukan kajian etika bisnis adalah institute of moralogy pada universitas Reitaku di Kashiwa-Shi. Di india etika bisnis dipraktekan oleh manajemen center of human values yang didirikan oleh dewan direksi dari indian institute of manajemen di Kalkutta tahun 1992. Di indonesia sendiri pada beberape perguruan tinggi terutama pada program pascasarjana telah diajarkan mata kuliah etika isnis. Selain itu bermunculan pula organisasi-organisasi yang melakukan pengkajian khusus tentang etika bisnis misalnya lembaga studi dan pengembangan etika usaha indonesia (LSPEU Indonesia) di jakarta.

2.5       ETIKA BISNIS DAN AKUNTANSI
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi.
Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas. Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan. Banyak orang yang menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan bahwa, bisnis tidak memerlukan etika.

DAFTAR PUSTAKA
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Susanti, Beny. 2008. Modul Kuliah Etika Profesi Akuntansi. Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma. Jakarta.