NAMA : Siti Rokayah
NPM : 27212086
KELAS : 4EB22
DOSEN : Early Armein Thahar, SE,
MM
1. JUDUL : ETIKA & PROFESIONAL
AKUNTAN PUBLIK
2. PENGARANG : Mudrika Alamsyah Hasan
3. PENERBIT :
Pekbis Jurnal, Vol.1, No.3, November
2009: 159-167
4. ISI :
·
Latar
Belakang :
Dalam
menjalani tugas sebagai profesi akuntan
diatur oleh suatu kode etik akuntan. Kode etik akuntan yaitu norma perilaku
yang mengatur hubungan antara akuntan
dengan para klien, antara akuntan dengan rekannya, dan antara profesi dengan
masyarakat. Penetapan kode etik oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) merupakan
salah satu upaya untuk menegakan etika bagi akuntan publik di Indonesia. Dengan
adanya penetapan kode etik oleh IAI, maka para akuntan di Indonesia dapat menentukan perilaku yang
dapat seorang akuntan lakukan dan menentukan perilaku yang tidak wajar
dilakukan oleh seorang akuntan.
Berkembangnya profesi
akuntan publik, telah banyak diakui oleh berbagai kalangan masyarakat. Banyak
pelaku dunia usaha mempercayakan
kebutuhan tentang bisnisnya dengan jasa akuntan publik. Meskipun IAI sudah
menetapkan kode etik bagi akuntan termasuk akuntan publik, tetapi masih tetap
ada pelanggaran-pelanggaran etika. Dari pelanggaran ini menimbulkan ketidak
percayaan masyarakat kepada akuntan publik tersebut. Oleh karena itu, akuntan
publik harus mempertahankan penegakan kode etik yang sudah ditetapkan oleh IAI.
Dengan diikutinya penegakan etika tersebut, diharapkan munculnya kepercayaan
lagi dari masyarakat terutama pelaku usaha bisnis terhadap profesi akuntan
publik.
·
Rumusan
Masalah :
1.
Sejauhmana perlunya penegakan etika bagi
akuntan publik?
2.
Faktor-faktor apa yang berpengaruh
terhadap penegakan etika akuntan publik?
3.
Bagaimana tanggung jawab IAI dalam upaya
penegakan etika profesi akuntan, khususnya akuntan publik?
·
Tujuan
:
1.
Mengetahui sejauhmana perlunya penegakan
etika bagi akuntan publik.
2.
Mengetahui faktor-faktor apa yang
berpengaruh terhadap penegakan etika akuntan publik.
3.
Mengetahui bagaimana tanggung jawab IAI
dalam upaya penegakan etika profesi akuntan, khususnya akuntan publik.
·
Data
:
Data sekunder yang diambil adalah dari sumber Warta
Ekonomi (edisi 13 Agustus 2001) tentang Audit Bank.
5. HASIL :
Etika profesi
adalah hal yang penting bagi kehidupan profesional seorang akuntan untuk
dijadikan sebagai landasan dalam bekerja. Etika yang harus dijalankan adalah
prinsip independen, objektif dan due profesional care. Penegakan etika
profesional dengan menjalankannya dengan baik merupakan kunci untuk memberikan
kepercayaan kepada masyarakat terhadap jasa yang diberikan oleh akuntan publik,
apabila etika profesi yang menjadi landasan bagi akuntan publik tidak
dijalankan semestinya maka akan berdampak kepada munculnya masalah berupa
ketidakpercayaan masayarakat terhadap jasa profesional yang diberikan.
Faktor yang berpengaruh
terhadap penegakan etika bagi akuntan publik adalah dari IAI sendiri dan
akuntan publik yang harus lebih meningkatkan lagi mutu pekerjaan akuntan publik
untuk di masa yang akan datang. Dan kendala
yang dihadapi dalam pelaksanaan penegakan etika karena adanya kesalahan
sistem pendidikan, lemahnya penegakan hukum dan
ketidakpastian dalam praktek penyelesaian pelanggaran, yang seharusnya
tidak terjadi.
IAI selaku organisasi
yang menetapkan kode etik profesi akuntan selalu berusaha menciptakan terobosan-terobosan
baru dalam upaya penegakan etika sesuai dengan keinginan dari masyarakat
sendiri.
6. TEORI :
Etika,
Profesi dan Peran Kode Etik
Di Indonesia etika
diterjemahkan menjadi kesusilaan karena sila berarti dasar, kaidah atau
aturan, sedangkan su berarti baik, benar dan bagus. Selanjutnya, selain
kaidah etika masyarakat juga terdapat apa yang disebut dengan kaidah
professional yang khusus berlaku dalam kelompok profesi yang bersangkutan. Oleh
karena merupakan konsensus, maka etika
tersebut dinyatakan secara tertulis atau formal dan selanjutnya disebut “kode
etik”. Sifat sanksinya juga moral psikologik, yaitu dikucilkan atau
disingkirkan dari pergaulan kelompok profesi yang bersangkutan (Arens :2008).
Chua et al, (dalam
jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 2000), dalam konteks etika profesi,
mengungkapkan bahwa etika profesional juga berkaitan dengan perilaku moral.
Dalam hal ini perilaku moral lebih terbatas pada pengertian yang diliputi kekhasan pola etis yang diharapkan
untuk profesi tertentu. Dengan demikian, yang dimaksud etika dalam konteks
makalah ini adalah tanggapan atau penerimaan seseorang terhadap suatu peristiwa
moral tertentu melalui proses penentuan yang kompleks dengan penyeimbangan
pertimbangan sisi dalam (inner) dan sisi luar (outer) yang disifati
oleh kombinasi unik dari pengalaman dan pembelajaran dari masing-masing
individu, sehingga dia dapat memutuskan tentang apa yang harus dilakukannya
dalam situasi tertentu.
Keberadaan kode etik
yang menyatakan secara eksplisit beberapa kriteria tingkah laku yang khusus
terdapat pada profesi, maka dengan cara ini kode etik profesi memberikan
beberapa solusi langsung yang mungkin tidak tersedia dalam teori-teori yang
umum. Di samping itu dengan adanya kode etik, maka para anggota profesi akan
lebih memahami apa yang diharapkan profesi terhadap anggotanya. Kewajiban untuk
mematuhi kode etik ini berlaku untuk semua akuntan, termasuk akuntan publik.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Sikap dan Perilaku Etis Akuntan Publik
Griffin dan Ebert
(1998) mendefinisikan perilaku etis sebagai perilaku yang sesuai dengan
norma-norma sosial yang diterima secara umum sehubungan dengan
tindakan-tindakan yang bermanfaat dan yang membahayakan. Mc-Conell (dalam
Nurhayati 1998), menyatakan bahwa perilaku kepribadian merupakan karakteristik
individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, karakteristik yang dimaksud
meliputi : sifat, kemampuan, nilai, keterampilan, sikap serta intelegensi yang
muncul dalam pola perilaku seseorang. Jadi perilaku merupakan perwujudan atau
manifestasi karakteristik seseorang dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
Dalam hubungannya
dengan akuntan publik, berdasarkan Jurnal Riset Akuntansi Indonesia (edisi
2001) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang memungkinkan berpengaruh
terhadap sikap dan perilaku etis akuntan, termasuk akuntan publik.
Faktor-faktor tersebut antara lain :
1.
Faktor Posisi / Kedudukan.
Ponemon
(1990) menunjukkan bahwa semakin tinggi posisi / kedudukan di KAP ( dalam hal
ini Partner dan Manajer) cenderung memiliki pemikiran etis yang rendah,
sehingga berakibat pada rendahnya sikap dan perilaku etis mereka.
2.
Faktor imbalan yang diterima ( berupa
gaji / upah dan penghargaan/insentif).
Pada
dasarnya seseorang yang bekerja, mengharapkan imbalan yang sesuai dengan
pekerjaannya. Karena dengan upah yang sesuai dengan pekerjaannya, maka akan
timbul pula rasa gairah kerja yang semakin baik dan ada kecenderungan untuk
bekerja secara jujur disebabkan ada rasa timbal balik yang selaras dan
tercukupi kebutuhannnya. Selain gaji/upah, seseorang yang bekerja membutuhkan penghargaan atas hasil karya yang telah
dilakukan, baik penghargaan yang bersifat materil maupun non materil. Jika ia
mendapatkan penghargaan sesuai dengan karyanya maka si pekerja akan berbuat
sesuai aturan kerja dalam rangka menjaga citra profesinya baik di dalam maupun
diluar pekerjaannya .
3.
Faktor Pendidikan (formal, nonformal dan
informal)
Sudibyo
(1995 dalam Khomsiyah dan Indriantoro 1997) menyatakan bahwa pendidikan
akuntansi (pendidikan formal) mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku
etis akuntan publik.
4.
Faktor organisasional (perilaku atasan,
lingkungan kerja, budaya organisasi, hubungan dengan rekan kerja).
Komitmen
atasan merupakan wibawa dari profesi, bila atasan tidak memberi contoh yang
baik pada bawahan maka akan menimbulkan sikap dan perilaku tidak baik dalam
diri bawahan sebab ia merasa bahwa atasannya bukanlah pemimpin yang baik
(Anaraga 1998). Lingkungan kerja turut menjadi faktor yang mempengaruhi etika
individu. Lingkungan kerja yang baik akan membawa pengaruh yang baik pula pada
segala pihak, termasuk para pekerja, hasil pekerjaan dan perilaku di dalamnya.
5.
Faktor Lingkungan Keluarga
Pada
umumnya individu cenderung untuk memilih sikap yang konformis/searah dengan
sikap dan perilaku orang-orang yang
dianggapnya penting (dalam hal ini anggota keluarga). Kecenderungan ini antara
lain di motivasi oleh keinginan untuk
berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik. Jadi jika lingkungan
keluarga bersikap dan berperilaku etis, maka yang muncul adalah sikap dan
perilaku etis pula (Azwar 1998 : 32).
6.
Faktor Pengalaman Hidup
Beberapa
pengalaman hidup yang relevan dapat mempengaruhi sikap etismapabila pengalaman
hidup tersebut meninggalkan kesan yang kuat. Apabila seseorang dapat mengambil
pelajaran dari pengalaman masa lalunya maka akan menumbuhkan sikap dan perilaku
yang semakin etis .
7.
Faktor Religiusitas
Agama
sebagai suatu sistem, mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap karena ia
meletakkan dasar konsep moral dalam individu. Setiap agama mengajarkan konsep
sikap dan perilaku etis, yang menjadi stimulus dan dapat memperteguh sikap dan
perilaku etis.
8.
Faktor Hukum (sistem hukum dan sanksi
yang diberikan).
Kasir
(1998), berpendapat bahwa hukum yang berlaku pada suatu profesi hendaklah
mengandung muatan etika agar anggota profesi merasa terayomi. Demikian halnya
dengan sanksi yang dikenakan harus tegas dan jelas sehingga anggota cenderung
tidak mengulang kesalahan yang sama dalam kesempatan yang berbeda.
9.
Faktor Emotional Quotient (EQ).
EQ
adalah bagaimana seseorang itu pandai mengendalikan perasaan dan emosi pada
setiap kondisi yang melingkupinya. EQ lebih penting dari pada IQ. Bagaimanapun
juga seseorang yang cerdas bukanlah hanya cerdas dalam hal intelektualnya saja,
tetapi intelektualitas tanpa adanya EQ dapat melahirkan perilaku yang tidak
etis (Goleman, 1997). Berdasarkan faktor-faktor di atas dapat disimpulkan bahwa
sikap akan menentukan warna atau corak tingkah laku seorang untuk berperilaku
etis dan tidak etis.
Upaya
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Terhadap Penegakan Etika Akuntan Publik.
Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) sebagai satu-satunya organisasi profesi akuntan di Indonesia
telah berupaya untuk melakukan penegakan etika profesi bagi akuntan publik.
Untuk mewujudkan perilaku profesionalnya, maka IAI menetapkan kode etik Ikatan
Akuntan Indonesia. Kode etik tersebut dibuat untuk menentukan standar perilaku
bagi para akuntan, terutama akuntan publik (Arens :2008).
Al-Haryono Yusuf (2001)
menyatakan bahwa kode etik Ikatan Akuntan Indonesia sebagaimana ditetapkan
dalam kongres VIII Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) di Jakarta pada tahun 1998,
terdiri dari.
1.
Prinsip Etika
Terdiri
dari 8 prinsip etika profesi, yang merupakan landasan perilaku etika profesional,
memberikan kerangka dasar bagi aturan etika, dan mengatur pelaksanaan pemberian
jasa profesional oleh anggota, yang meliputi: tanggung jawab profesi,
kepentingan publik, integritas, objektivitas, kompetensi dan kehati-hatian
profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar teknis.
2.
Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik
Terdiri
dari independen, integritas dan objektivitas, standar umum dan prinsip
akuntansi, tanggung jawab kepada klien, tanggung jawab kepada rekan seprofesi,
serta tanggung jawab dan praktik lain.
3.
Interpretasi Aturan Etika.
Interpretasi
aturan etika merupakan panduan dalam menerapkan etika, tanpa dimaksudkan untuk
membatasi lingkup dan penerapannnya.
Di Indonesia, penegakan
kode etik dilaksanakan oleh sekurang-kurangnya enam unit organisasi, yaitu:
Kantor Akuntan Publik, Unit Peer Reiew Kompartemen Akuntan Publik-IAI, Badan
Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik-IAI, Dewan Pertimbangan
Profesi-IAI, Departemen Keuangan RI, dan BPKP. Selain keenam unit organisasi
tadi, pengawasan terhadap kode etik diharapkan dapat dilakukan sendiri oleh
para anggota dan pimpinan KAP. Meskipun telah dibentuk unit organisasi
penegakan etika sebagaimana disebutkan di atas, namun demikian pelanggaran
terhadap kode etik ini masih ada. Berdasarkan laporan Dewan Kehormatan dan
Pengurus Pusat IAI dalam kongres IAI, pelanggaran terhadap kode etik dan
sengketa secara umum meliputi sebagai berikut :
a. Kongres
V (1982-1986), meliputi: publikasi, pelanggaran obyektivitas dan komunikasi.
b. Kongres VI (1986-1994), meliputi: publikasi, pelanggaran obyektivitas dan komunikasi.
c. Kongres VII (1994-1994 ), meliputi: standar teknis, komunikasi dan publikasi.
d. Kongres VIII (1990-1994), meliputi: obyektivitas, komunikasi, standar teknis dan kerahasiaan.
b. Kongres VI (1986-1994), meliputi: publikasi, pelanggaran obyektivitas dan komunikasi.
c. Kongres VII (1994-1994 ), meliputi: standar teknis, komunikasi dan publikasi.
d. Kongres VIII (1990-1994), meliputi: obyektivitas, komunikasi, standar teknis dan kerahasiaan.
Berdasarkan pernyataan
di atas, dapat disimpulkan bahwa meskipun IAI telah berupaya melakukan
penegakan etika profesi bagi akuntan, khususnya akuntan publik, namun demikian
sikap dan perilaku tidak etis dari para akuntan publik masih tetap ada. Hal ini
terlihat dari laporan Dewan Kehormatan IAI untuk tiap-tiap periode selalu
menunjukkan adanya kasus pelanggaran etika.
Sumber :
ejournal.unri.ac.id/index.php/JPEB/article/view/379/373